Senin, 28 Maret 2011

Kebijakan Parkir Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)


Akhir-akhir ini Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tengah dikejutkan oleh kebijakan baru yang dibuat oleh direktorat kampus. Kebijakan itu berupa dipungutnya biaya parkir kepada setiap kendaraan yang berada di wilayah kampus UPI tersebut.
                Kebijakan ini sudah pasti menimbulkan banyak pro dan kontra. Banyak mahasiswa yang menolak dengan keras kebijakan yang diambil oleh direktorat kampus, mereka menilai bahwa kebijakan itu hanyalah akal-akalan dari direktorat untuk meraih keuntungan melalui parkir yang berbayar tersebut.  Kebijakan yang seharusnya menjadi jalan keluar dari carut marutnya sistem parkir di upi, justru menimbulkan permasalah baru yang membuat gesekan antara pihak rektorat dan mahasiswa.
                Menurut pihak kampus, parkir berbayar bertujuan untuk membayar gaji para penjaga parkir, karena selama ini penjaga parkir masih menjadi pekerjaan rangkap seorang satpam disetiap fakultas yang ada di UPI. Selain itu hal ini juga untuk menekan jumlah kendaraan yang ada di UPI, karena tak kurang dari dua ribu kendaraan baik kendaraan roda dua maupun roda empat berlalu lalang di UPI setiap harinya.
                Begitu banyak kebijakan yang dibuat oleh pihak kampus yang bertujuan untuk mensejahterkan masyarakat kampus, tetapi pada kenyataannya kebijakan ini membuat boomerang sendiri bagi pihak kampus tersebut, hal ini dikarenakan oleh kebijakan-kebijakan tersebut tidak disosialisasikan terlebih dahulu kapada seluruh masyarakat kampus terutama para mahasiswa, sehingga hal inilah yang dianggap pemicu utama terjadinya kontra pada masyarakat kampus.  Idealnya sebelum kebijakan itu dibuat para pihak kampus harus mencerdaskan para mahasiswa dengan mengadakan sosialisasi terhadap kebijakan yang akan diambil. Dengan demikian tidak akan terjadi salah paham, dan kebijakan yang diambil akan diterima oleh masyarakat kampus.
Kebudayaan di Negara Indonesia yang akan menolak sesuatu yang membebankan secara materi dan menerima dengan mudah segala sesuatu kebijakan secara materi pun menjadi  tolak ukur sebuah kebijakan dibuat. Ditinjau dari budaya kita, kebijakan parkir tentu akan ditolak karena dianggap membebankan secara materi kepada mahasiswa. Meskipun pihak kampus telah mengatakan akan membuat fasilitas parkir yang memadai dengan dana tersebut.
                Keterimaan mahasiswa yang kurang, juga dianggap sebagai hambatan ketika kebijakan parkir yang diambil pihak rektorat akan dilaksanakan. Ketidakterimaan ini dikarenakan pihak rektorat yang tidak terbuka mengenai alokasi dana yang terkumpul dari pungutan parkir. Hal ini membuat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPI mengadakan seminar tentang parkir berbayar upi di setiap fakultas. seminar ini bertujuan utnuk memberi pengetahuan tentang kebijakan parkir berbayar di UPI.
Bercermin dari pro dan kontranya kebijakan yang diambil kampus, Setiap universitas sudah seharusnya memikirkan hal-hal kecil seperti hal parkir yang ada di universitas tersebut, meskipun terkesan sepele, hal kecil dapat menjadi sebuah bom atom apabila kita tidak dengan benar menyikapinya.
Sebagai mahasiswa sudah seharunya kebijakan kampus kita sikapi secara dewasa, karena kebijakan tidak dibuat semata-mata langsung jadi, tetapi selalu dikaji dan diproses secara baik. Menurut dosen Bahasa Indonesia Andika dutha Bachari S.Pd  di salah satu artikelnya bahwa kebijakan di kampus sebaiknya dapat kita yakini sebagai buah pemikiran yang dihasilkan melalui kerangka kajian yang cermat dan terukur.  Dengan demikian tidak akan terjadinya gesekan antara pihak kampus dengan mahasiswa.   

Parkir Berbayar di UPI


“Kalo parkir aja bayar, nanti toilet bayar ga ya?” sebuah kalimat besar yang terpampang di salah satu tembok Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Sekilas kalimat itu sangat menggelikan untuk saya, ada sebuah pertanyaan yang ada pada diri saya. Apa maksud kalimat tersebut? Setelah saya kembali melihat tulisan lain yang hampir senada, saya baru mengerti bahwa itu merupakan kritikan atau sindran kepada direktorat kampus UPI tentang kebijakan yang baru-baru ini mereka ambil. Kebijakan tersebut mengenai dipungutnya biaya parkir kepada semua kendaraan yang ada di wilayah upi.
                Sebagai mahasiswa yang belum melek akan politik yang ada di universitas, saya bingung juga dengan kebijakan yang diambil oleh pihak rektorat upi. Mengapa kebijakan ini dibuat dan Mengapa begitu banyak yang menentang kebijakan ini? Ternyata para mahasiswa mengganggap bahwa kebijakan itu sangat membebankan mereka, meskipun biaya parkir hanya sebesar Rp 1.000,00 untuk motor dan Rp 2.000,00 untuk mobil, namun ini masih dianggap memberatkan. Karena selain memikirkan biaya bahan bakar, kini setiap ke kampus mereka juga harus membayar biaya parkir.
                “Seharusnya sebelum membuat kebijakan harus ada pensosialisasian terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi miss communication antara pihak kampus dan mahasiswa” kata maulana mahasiswa jurusan bahasa jepang UPI. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa biaya parkir juga harus diimbangi dengan perbaikan fasilitas parkir di UPI. Berbeda dengan Maulana yang menolak, Friska mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Mesin UPI, setuju dengan kebijakan kampus tersebut, asalkan kemanan yang diterima sepadan dengan yang dia bayarkan setiap dia parkir. Karena menurutnya sudah sewajarnya apabila kita ingin nyaman dan aman kita juga harus membayar hal itu.
                Dari kedua narasumber tersebut, mengindikasikan bahwa yang terjadi di kampus yang luas dan megah ini, sungguh ironis. Karena masih kurangnya lahan parkir dan fasilitas parkir yang ada di setiap fakultas, ini lah salah satunya penyebab mahasiswa tidak mau membayar parkir, kerena sistem parkir di UPI masih sangat kurang. Seperti yang saya lihat setiap harinya begitu banyak mahasiswa yang membawa motor ke kampus, lahan parkir tidak mencukupi atau tatanan parkir yang carut marut, seperti yang terjadi di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), disana tidak ada penjaga parkir yang mengarahkan pengendara untuk memakirkan kendaraannya dengan benar agar tidak mengganggu pengguna lain.
                Selain di FIP hal yang sama juga terjadi di Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) UPI, dibagian parkir karyawan dan dosen masih Nampak kesemerawutan tata letak kendaraan roda dua, namun hal berbeda nampak pada tempat parkir untuk mahasiswa, di sana tata letak kendaraan sudah rapih dan baik hal ini karena sudah adanya penjaga parkir yang dibayar dari hasil pungutan parkir oleh mahasiswa, biaya parkir di JICA biasa fakultas ini disebut adalah seikhlasnya bahkan tak jarang mahasiswa tidak membayar parkir.
Seharusnya kebijakan parkir ini harus ditinjau kembali oleh pihak direktorat apakah fasilitas parkir yang ada sudah memadai sehingga mahasiswa yang membawa kendaraan harus bayar, saya yakin apabila fasilitas dan keamanan yang ada di setiap tempat parkir di UPI sudah terjamin, dengan sendirinya mahasiswa tidak menolak membayar parkir.